Membumikan Kreativitas Ala Jokowi-Ahok

Share on :
Hasil resmi Pilkada DKI Jakarta 2012 putaran kedua baru akan disampaikan akhir September nanti. Meski demikian, hasil perhitungan cepat lembaga survei telah mendatangkan kegempitaan pun kegamangan secara bersamaan. Pasalnya, perhitungan cepat menunjukkan pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Basuki T Purnama (Ahok) mengungguli Fauzi Bowo (Foke) dan Nachrowi Ramli (Nara). Jokowi-Ahok hanya disokong PDIP dan Gerindra, sementara Foke-Nara didukung lebih dari dua parpol, termasuk Partai Demokrat dan Golkar.

Banyak kalangan menilai, hasil Pilkada DKI Jakarta 2012 ini akan menjadi pemicu terjadinya pergeseran paradigma politik di daerah lainnya, khususnya dalam hal metode kampanye dan pola pendekatan kepada masyarakat pemilih.

Teknik komunikasi, simbolisasi, dan pendekatan yang dilakukan oleh Jokowi-Ahok selama kampanye dinilai bakal menjadi trend yang segera menyebar ke daerah lain. Seorang calon bupati Barito Utara, Kalimantan, contohnya. Pada 8 September lalu muncul di hadapan wartawan di Jakarta dengan kemeja kotak-kotak pun tindak-tanduk sederhana, meskipun ia adalah seorang pengusaha batubara.

Kreativitas yang Membumi
Jakarta adalah ibukota, kota segunung masalah: sampah, banjir, kemiskinan, kemacetan, permukiman kumuh, penggusuran, inflasi, keamanan, dan sebagainya.

Apa yang terjadi di Jakarta kiranya merupakan sebuah konsekuensi dari eksistensinya sebagai ibu dari kota-kota di Indonesia. Kedudukan yang membuatnya menjadi magnet bagi banyak kalangan masyarakat dari mana saja, untuk mengadu peruntungan di sana.

Tumpukan masalah ekonomi dan sosial di Jakarta telah lama tidak mampu terselesaikan dengan baik oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta. Problem transportasi yang digadang-gadang akan selesai dengan lintasan dan armada TransJakarta, rupanya tidak cukup memuaskan bagi warga. Pun demikian dengan problem kemiskinan dan kekumuhan yang kerap diselesaikan dengan cara konvensional berupa penggusuran yang tak beradab.

Dalam kondisi itu, kejengahan dan kemuakan pada proses politik tentu saja menjadi wajar terjadi. Karena proses politik tak juga mampu melahirkan sosok yang mampu menyingsingkan lengan baju untuk turun ke kali-kali kotor di ibukota.

Dalam situasi psikologis masyarakat yang demikian, datanglah sosok Jokowi-Ahok untuk mengadu nasib ke Jakarta dengan membawa sekarung pengalaman dalam mengatasi permasalahan di kota masing-masing.

Sontak semua orang dibuat terkejut ketika pasangan itu mampu mendulang suara yang kemudian meloloskannya pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta. Sontak pula parpol mengambil langkah cepat dengan merapat pada incumbent dan tak sedia mendekati pasangan yang telah â??menamparâ?? wajah kekuatan parpol.

Tegangan politik pada putaran kedua berlangsung panas, bertumpang tindih dengan tegangan keamanan karena isu teroris yang menggaung dari kota yang dipimpin Jokowi, Solo. Isu SARA berkembang di mana-mana, bahkan survei yang dilakukan AJI Jakarta sepanjang Pilkada DKI Jakarta menunjukkan, media (khususnya media online) sarat dengan pemberitaan SARA dan sepihak.

Meski demikian, ada yang menarik dalam semua peningkatan ketegangan itu. Yakni kenyataan bahwa Jokowi selalu tampil percaya diri dan santai, menerapkan pola-pola yang ia akrabi dalam mendekati masyarakat. Semisal, turun ke pasar-pasar, kawasan kumuh, hingga kali kotor di ibukota.

Banyak yang menilai apa yang dilakukan Jokowi semata pencitraan untuk meraih simpati masyarakat. Penilaian itu tentu saja sah-sah saja. Namun jika penilaian itu benar, saya kok yakin Jokowi tidak akan mampu meraih suara dan memenangkan putaran kedua seperti yang ditunjukkan hasil survei.

Jika bertanya pada para pengamat politik terkait apa kiranya yang membuat Jokowi-Ahok memenangkan pertarungan, padahal ia tak mendapat sokongan dominan dari parpol, maka jawabnya sederhana saja, karena masyarakat Jakarta rindu akan perubahan.

Jawaban itu mungkin sederhana dan akan memunculkan pertanyaan lanjutan. Mengapa masyarakat Jakarta yang mengklaim diri cerdas begitu cepat percaya pada sosok baru? Apakah Jokowi-Ahok benar-benar akan mampu membawa perubahan di ibukota?

Untuk menjawab itu, saya kira kita harus melihat apa yang dipolakan Jokowi selama masa kampanyenya. Menurut saya, keyakinan masyarakat pemilih di Jakarta mampu terbangun karena Jokowi-Ahok memiliki tim kreatif yang sangat luar biasa. Sebuah tim yang mampu menggagas konsep bertutur sederhana dan mengena ke hati masyarakat pemilih. Dan yang paling penting, tim itu menggagas cara-cara yang menjadi simbol betapa kreatifnya Jokowi-Ahok. Bahwa kreativitas dalam menyampaikan wacana dan program itu telah menunjukkan juga kemungkinan langkah kreatif yang akan digunakan Jokowi-Ahok dalam menghadapi permasalahan di ibukota.

Okelah, bahwa Jokowi memiliki track record bagus selama memimpin Solo, seperti yang dituturkan Direktur Eksekutif Indonesia Constitutional Watch (ICON Watch) Razman Arif Nasution, bahwa salah satu keberhasilan Jokowi adalah merelokasi daerah kumuh pinggiran Surakarta menjadi permukiman layak.

Namun, menurut saya, track record saja tidak cukup, terlebih semua orang tahu perbedaan Solo dan Jakarta sangat banyak dalam segala hal. Karena itu memiliki track record baik di daerah menjadi tidak cukup untuk memenangkan hati masyarakat Jakarta. Diperlukan kreativitas dalam membumikan track record tersebut, dan itulah yang berhasil dilakukan tim sukses atau tim kreatif Jokowi-Ahok.

Bagaimana tidak? Tim kreatif Jokowi-Ahok terbilang luar biasa, mampu menggodok cara yang tepat, sederhana dan menyentuh banyak kalangan dalam penyampaian sejarah keberhasilannya dan semua agendanya untuk menghadapi permasalahan di Jakarta.

Lihat saja, berbagai bentuk video program dan keberhasilan Jokowi menyebar via Youtube, lalu berbagai komunitas pendukung di jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook meriuhkan berbagai wacana serupa melalui tarung senyap mereka. Terlebih pada malam menuju pelaksanaan Pilkada DKI putaran kedua.

Semua itu ternyata cukup mumpuni, untuk menyampaikan keberhasilan, juga kontraisu atas pasangan Jokowi-Ahok.

Saya kira, karena itu juga di lapangan, Jokowi cukup santai dengan cara-cara lamanya dalam melakukan pendekatan pada masyarakat. Toh, dia sadar telah memiliki perangkat â??perangâ?? lain yang sangat tajam yang sedang menyentuh masyarakat penggila gadget di Jakarta.

Alhasil, teknik kreatif dalam membumikan wacana dan isu, cukup berhasil menarik kalangan pemilih, khususnya dari kalangan pemilih muda dan kalangan intelektual yang sebelumnya cenderung apatis terhadap proses politik.

Terbukti ketika survei menunjukkan, sebanyak 56 persen masyarakat di Jakarta yang masuk kategori pendidikan perguruan tinggi memilih pasangan Jokowi-Ahok dalam Pilkada DKI Putaran kedua, seperti diungkap Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Dodi Ambardi.

Karenanya, saya rasa kreativitas adalah kata kuncinya. Karena kreativitas lah yang dibutuhkan ibu kota untuk menyelesaikan semua persoalan yang ada. Dan Jokowi bersama timnya berhasil menunjukkan bahwa mereka adalah bangunan kreativitas yang dibutuhkan â??lembahâ?? Jakarta. Hal yang gagal dibangun oleh pasangan incumbent yang masih terjebak pada cara lama dan mengandalkan kekuatan parpol.

sumber : Membumikan Kreativitas Ala Jokowi-Ahok

Comment : keren banget wagub yang ini. toppp

Admin 05 Nov, 2012


-
Source: http://situs-berita-terbaru.blogspot.com/2012/11/membumikan-kreativitas-ala-jokowi-ahok.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com

0 komentar on Membumikan Kreativitas Ala Jokowi-Ahok :

Post a Comment and Don't Spam!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...