Misteri di Balik Pembentukan China Baru

inilah..com, Jakarta â?? Rumor dan spekulasi mengalir di kalangan politik China, menjelang Kongres ke-18 Partai Komunis China. Siapa yang akan ditunjuk sebagai pemimpin baru?

Sejauh ini, hal yang pasti terlihat dari persiapan kongres tersebut adalah ketatnya keamanan di Negeri Tirai Bambu. Beberapa konferensi akademis, pameran seni, penampilan dan bahkan pertemuan pribadi, terpaksa dibatalkan.

Singkatnya, Partai Komunis meminta seluruh rakyat China menahan napas hingga kongres selesai. Semua upaya ini dilakukan karena kongres ini amat penting. China akan melakukan transfer kekuasaan ke â??generasi selanjutnyaâ??.

Keamanan ekstra merupakan indikasi, pemimpin Partai Komunis sadar kelemahan mereka. Yakni kerentanan sistem kepemimpinan negara itu terjadi saat peralihan kekuasaan. Sebab meski populer dan mendominasi, Partai Komunis tetap harus bisa diterima.

Masalahnya, tak ada yang memilih generasi penerus itu. Bahkan dari kalangan Partai Komunis sendiri. Tak ada hukum atau ketentuan yang mengatur pucuk kepemimpinan partai, sehingga semua diatur oleh â??logikaâ??internal yang selalu berubah.

Misalnya saja Presiden Hu Jintao. Hingga kini, pengamat, analis dan pakar sejarah belum bisa menjelaskan bagaimana ia bisa menjadi pengganti Jiang Zemin. Proses pemilihannya selalu liar dan rahasia, serta dijaga ketat dari semua pihak.

Alasan utama melakukan hal itu, kekhawatiran bahwa segala macam detil, jika ketahuan, akan digunakan sebagai amunisi pembangkangan internal dan membahayakan partai jika kelemahannya terekspos masyarakat.

Pada 30 April 1976, setelah Perdana Menteri (PM) Hua Guofeng menemani Ketua Partai Komunis Mao Zedong ke sebuah pertemuan dengan PM Selandia Baru Robert Muldoon, Hua berkata pada Mao, ia akan mengumpulkan para aktivis.

Para aktivis itu ia panggil dari Provinsi Sichuan dan Guizhou ke Beijing untuk menghadiri sebuah konferensi untuk â??mengkritik kampanye Deng Xiaopingâ??. Mao yang saat itu sudah sakit dan tak bisa berbicara, meninggalkan catatan.

Mao menulis, jika Hua memimpin maka ia bisa tenang. Lima bulan kemudian, Mao menutup usia dan Hua menggantikannya sebagai pemimpin partai. Catatan itu kemudian menjadi kendaraan propaganda untuk mempertanyakan legitimasi kepemimpinan Hua.

Guna mempertahankan keaslian konteks, Menteri Luar Negeri Qiao Guanhua yang menjadi saksi mata hubungan Mao-Hua, dipecat. Sebab itulah, takkan ada yang tahu bagaimana jika nantinya Hu Jintao akan digantikan oleh kandidat terkuat saat ini, Xi Jinping.

Benar tidaknya Xi akan dipilih oleh Jiang Zemin, seperti yang banyak dibicarakan, masih rahasia. Jiang juga dinilai tak memiliki karisma seperti Mao yang membuat kandidat pilihannya diamini semua pihak dan terutama, rakyat China.

Dalam kasus Hua, detil-detil muncul ketika ia dikucilkan secara politik dan tak lagi dipilih sebagai pejabat Komunis. Selain pemilihan Presiden dan sekjen partai, pemilihan anggota dewan partai juga sama misteriusnya.

Selama ini, setiap informasi yang dilansir ke publik terkait pucuk kepemimpinan partai, selalu memiliki tujuan. Apa yang dirilis dan tidak dirilis, kerap memusingkan para pemimpin China sendiri.

Contoh kasusnya, Bo Xilai, seorang politisi ternama yang diduga terlibat pembunuhan. Bo diberhentikan dari posisinya sebagai ketua daerah, Maret lalu, setelah penyelidikan kriminal. Saat kasus terhadap istrinya, Gu Kailai, diumumkan, Bo sama sekali tak disebut.

Terlalu banyak detil akan tampak seperti konfirmasi dugaan publik selama ini, bahwa anggota keluarga petinggi partai menggunakan koneksi mereka untuk mengeruk miliaran yuan dan hidup mewah, berlawanan dari prinsip ideal partai.

Sayangnya, beberapa detil memang harus diungkap ke publik, karena aparat bekerja melawannya. Akibatnya, keputusan kapan dan apa yang harus dirilis seperti dilakukan perlahan dan menyakitkan, serta berujung pada terciptanya rumor dan spekulasi. [ast]

sumber

sebuah proses yang cukup misterius.. [imagetag]